Konstelasi Imajinasi

Sabtu, 16 November 2013

Orang Asing

Razak

TEMAN, kukatakan padamu bahwa manusia adalah zoon politicon yang selalu berusaha menekankan kuasanya pada manusia-manusia lain. Maka berhati-hatilah! Jangan pernah percaya pada siapapun terutama orang asing.  

      Teman, kau pasti mengerti perasaanku. Bagaimana usaha keluargaku hancur karena ditipu orang seperti dia. Orang yang bersembunyi dibalik topeng kebaikan hanya untuk diakui dan diterima keberadaannya. Pernah di suatu sore selepas kuliah, kukatakan pada dia bahwa sekeras apapun dia berusaha, dia tidak akan bisa menjadi bagian dari kita. Kau tahu kenapa? Karena orang asing tetaplah orang asing!
      
     Teman, mungkin kau menilai aku keterlaluan saat aku bertingkah baik pada kalian semua kecuali dia. Kau juga mungkin menilaiku kelewatan karena di tiap kesempatan aku selalu mencari celah untuk mencelanya, berkata tidak sopan padanya, memandangnya dengan tatapan sinis, dan beberapa tingkah laku tidak pantas lainnya. Namun kau tahu? Itu kulakukan sebagai bentuk ketidaksukaanku pada dia.  

     Teman, kau juga pasti tahu betapa jengkelnya aku terhadap perbuatan dia kemarin. Dia menghilangkan tugas ku. Tugas akhir dari mata kuliah Hubungan antar Suku Bangsa yang deadline pada hari itu juga. Kau tahu akibatnya kan? Nilai ku terancam error. Orang seperti dia kembali merusak masa depan dan hidupku!

    Teman, mungkin kau bilang aku terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa dialah yang menghilangkan tugas akhirku. Tapi aku yakin bahwa pelakunya adalah dia. Kau ingat kan, pertemuan terakhir mata kuliah itu minggu lalu? Dimana saat kuliah masih berlangsung, aku terus saja menyinggungnya dengan perkataan yang sangat tidak enak untuk didengar. Kulihat matanya berkaca. Aku merasa bersalah. Namun luka masa lalu itu masih menganga. Luka yang disebabkan oleh orang seperti dia. 

     Teman, mungkin dari kejadian minggu lalu itulah dia sekarang dendam padaku. Hingga dia menghilangkan tugas akhir tersebut setelah kalian meminjamnya bersamaan. Aku yakin yang menghilangkannya bukan kau, bukan si Rahmat, bukan si Niam, pula si Dewi. Tapi dia! Kau merasa ini tuduhan sepihak? Bukan. Kemarin, si Dewi sempat meminjamkan tugas itu ke dia untuk difotokopi sebelum dikembalikan padaku. Namun dia kembali membawa tangan hampa dengan alasan tugas itu hilang entah kemana. Apa aku bisa percaya alasan itu? Tentu tidak bukan?  

                                                                             *

Valen

TEMAN, kukatakan padamu bahwa manusia itu susah ditebak. Penilaian terhadap seseorang merupakan sebuah pekerjaan rumit nan abstrak. Bagaimana kau akan menilai seseorang baik atau jahat jika di satu sisi dia begitu baik padamu, namun di sisi lain dia mencelaku, mempermainkanku, serta menertawaiku seperti badut sirkus?

     Teman, aku yakin kau mengingat beberapa hal menjengkelkan yang disebabkan oleh dia, si mulut tidak sopan. Betapa sukanya dia menyisipkan celaan di pembahasan mata kuliah, di forum-forum resmi, dan di setiap diskusi warung kopi. Bukan karena aku miskin, justru aku orang yang berada. Bukan karena  aku jelek, justru kau sendiri bilang aku cantik. Bukan karena aku bodoh, kau tahu sendiri prestasi yang kuraih. 

     Namun seperti yang dia selalu katakan, karena aku orang asing. Ya, orang asing keturunan Tionghoa. Dibanding kalian, aku berkulit putih dan bermata sipit. Terlebih aku seorang mahasiswi pindahan dari Fakultas sebelah, lengkap sudah gelar asing itu. Setidaknya itu yang ada dipikiran dia.

    Teman, masih ingatkan kejadian siang itu? Kita kuliah di sebuah ruangan kecil nan panas sebab AC sedang tidak bekerja. Aku, kau, dan dia mengambil kelas yang sama, Hubungan Antar Suku-Bangsa. Dan lagi-lagi dia meledek dengan sinisnya. Kau ingatkan perkataannya? Saat dia menanggapi sebuah pertanyaan mengenai kepribadian umum etnis Tionghoa. Dia bilang orang Cina itu pelit, kasar, suka menipu, licik, hanya memikirkan diri sendiri, serta berbagai stereotip lainnya. Geram aku mendengarnya seolah semua orang Tionghoa seperti itu.                                                                                                                                                                                                                                                                                                              Teman, mengapa orang seperti dia begitu membenci etnis Tionghoa? Apakah karena kepribadian umum yang dia maksud? Itu adalah hal yang over-general. Atau apakah karena aku tidak dianggap sebagai pribumi? Kukatakan padamu teman, bahwa status pribumi hanyalah persoalan waktu.  Ayah ibuku lahir dan besar di kota ini, aku pun begitu. Aku hafal lagu Indonesia Raya dan Sumpah Pemuda. Aku juga turut berpartisipasi dalam kerja bakti di lingkungan sekitar. Jadi apakah aku bukan pribumi? 

      Teman, kau pasti menyaksikan peristiwa kemarin kan? Saat dia menuduhku menghilangkan tugas akhir miliknya? Sumpah, tugas itu tiba-tiba hilang saat kuletakkan di meja beberapa detik sebelum kuserahkan pada mbak yang siap memfotokopi tugas tersebut. Aku curiga ada seseorang yang juga tidak suka padaku sehingga dia berusaha untuk mengadu domba aku dengan dia. Entahlah teman, aku cuma berusaha untuk diterima di lingkungan kalian. Diterima sebagai bagian dari bangsa ini, sebagai mahasiswi pribumi yang tidak berbeda dengan kalian. 

      Teman, maafkan aku karena telah menyita waktumu. Namun aku tahu kau pasti mau mendengar curahan hatiku yang amburadul. Saat ini kaulah satu-satunya teman, bukan sahabat yang selalu ada untukku. Aku juga tahu bahwa dia baru saja menceritakan kekesalannya padamu, namun aku juga berpikir bahwa kau harus tahu apa yang sebetulnya terjadi kemarin. Aku percaya padamu, kau juga percaya padaku kan? 

                                                                              *

Yanti

UNTUK Razak, kukatakan padamu bahwa kau terjebak masa lalu. Aku sepakat dengan perkataanmu bahwa manusia itu zoon politicon. Oleh karena itu, jangan pernah percaya pada siapapun termasuk orang yang menjadi tempatmu bertumpu dan mencurahkan perasaan pilu. Dengan kata lain, jangan mudah percaya pada sahabatmu.

     Untuk Valen, kau tidak menghilangkan tugas itu. Namun begitu kau mengetahui apa yang sebetulnya terjadi kemarin, kau akan mencariku lalu berteriak,
Pengkhianat!

                                                                               *

                                                                                        Makassar-Sungguminasa, Oktober 2013