Sumber: tulisantulisansatyo.wordpress.com
Di suatu masa yang entah,
aku pernah berada di ruang gelap tanpa kesadaran.
Ketika
lampu dinyalakan tangis bahagia penonton mulai terdengar
sebab
aktor yang ditunggu telah berdiri di atas panggung sandiwara.
Tanpa
membaca naskah, aku melakonkan peran jahat
mencuri
alam, jiwa, bahkan senyuman. Lawanku adalah siapa saja
yang
naik ke panggung dan melakonkan peran sebagai pahlawan.
Aku
ingin mata penonton melihat aksiku yang gagah
sehingga
mereka mengakui bahwa peranku sempurna.
Akulah
yang terhebat, akulah yang terkuat.
Aku
berganti peran menjadi tuhan!
Namun
sorak-sorai penonton berubah cacian dan cemoohan
seolah
aku tokoh yang tidak diharapkan.
“Mati
saja! Mati saja!”
Hanya
itu yang terdengar di seantero tempat pertunjukan.
Oh,
teriakan kebencian seperti itu menandakan
bahwa
kebahagiaan telah kucuri dari hati mereka.
Aku
senang sebab aku orang jahat.
Di
ujung pertunjukan kulihat tanganku berlumuran darah,
Bangkai
pahlawan berserakan bersama bangkai penjahat lain,
saling
tumpuk dengan jasad penonton yang bukan hanya
kehilangan
kebahagiannya, tapi juga kepalanya.
Pertunjukan
berakhir,
aku
berdiri sendiri di tengah panggung yang menjadi puing.
Sepi
kini menghampiri sebab bukan ini yang aku cari.
“Sutradara,
aku berhenti memerankan tuhan!”
Teriakku
menunjuk langit-langit yang retak berjelaga.
Air
mataku menjadi hujan di panggung sandiwara.
Karena
sejak awal aku hanya menunggu sesuatu yang sebenarnya
telah
lewat dan mustahil lagi terulang:
tangis
bahagia penonton tepat seperti saat pertama kali
aku lahir ke dunia.
aku lahir ke dunia.
(Jogjakarta,
Agustus 2014)
*
Kisah Puisi
Puisi ini merupakan salah satu jenis puisi prosaik yang entah mengapa pada masa saya membuat puisi ini memang masa-masa dimana saya sedang suga jenis puisi seperti ini, bercerita panjang laiknya sebuah cerpen tapi penuh dengan metafora dan makna yang cukup dalam. Well, puisi ini berhasil terbit di majalah Saksi, sebuah majalah untuk mahasiswa yang dicetak oleh BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, yah mungkin karena isinya yang agak 'melawan' dan 'menyinggung' segelintir orang (baca: perusak).
Puisi ini saya buat disela-sela kesibukan saya selama melakukan penelitian di Jogja tempo hari. Saat itu saya ngebet sekali ingin membuat puisi dan akhirnya setiap menjelang tidur, saya catat sedikit demi sedikit dalam memo HP hingga akhirnya menjadi sebuah puisi *Jengjeng (mencatat bait-bait puisi dalam memo HP menjadi kebiasaan baru bagi saya). Dan harus kuakui bahwa inspirasi puisi ini berasal dari lagu milik Linkin Park, Final Masquerade.
Keren😂😂
BalasHapusMaacim :D Kutunggu juga puisimu hehe
BalasHapus