Saya
kembali membunuh waktu dengan anime. Beberapa
hari belakangan, episode-episode Fairy Tail yang tak sempat saya nonton
berbulan-bulan menjadi pekerjaan saya di sela-sela kesibukan menulis –skripsweet- dan menjaga Library and Laboratory of Anthropology.
Fairy
Tail yang mulai saya tonton sejak 2013 silam sukses membuat pikiran saya
melayang ke jauh entah. Penuh imajinasi tentang dunia yang dikuasai para
penyihir –seperti Harry Potter 9dan saya maniak Harry Potter)-. Masing-masing
penyihir memiliki spesialisasi masing-masing, ada sihir api, sihir air, sihir
es, sihir merubah wujud jadi monster, sihir menggunakan armor super kuat, sihir mantra, dan lain-lain yang tidak pernah
kita bayangkan sebelumnya –saking kreatifnya-. Namun yang terkuat di antara mereka
adalah orang-orang yang disebut Dragon
Slayer (Pembunuh Naga). Diceritakan bahwa naga adalah makhluk terkuat di
negeri itu, dan hanya Dragon Slayer-lah
yang mampu membunuhnya.
Para
penyihir mampu menyambung hidup dengan menerima permintaan misi yang imbalannya
sesuai dengan tingkat kesulitan misi tersebut. Nah, misi-misi ini hanya bisa
diambil –secara resmi- jika penyihir tersebut bergabung ke sebuah Guild (organisasi, sekretariat sekaligus
‘rumah’ bagi para penyihir) dan dipimpin oleh seorang Master. Ada ratusan guild yang
tersebar di seantero negeri, tapi yang menjadi pusat –‘tokoh utama’- dari anime ini
adalah sebuah guild yang merupakan guild terhebat, terheboh dan paling
rusuh, Fairy Tail.
Anime
dengan soundtrack penuh ‘musik
fantasi’ ini menceritakan kisah petualangan seru anggota Fairy Tail dalam
menjalankan misi-misi dan mengalahkan musuh-musuh. Karakter yang ditampilkan
sangat khas dan hidup. Sebut saja Natsu, seorang Dragon Slayer api yang hobinya makan api, membara, penuh elan,
pantang menyerah, suka tantangan, rusuh, tapi mabuk kendaraan. Ada juga Lucy,
seorang putri pengusaha terkaya tapi kabur dari rumah dan bergabung dengan
Fairy Tail. Gray, seorang penyihir es yang dingin, penuh perhitungan tapi suka
telanjang tanpa sadar. Ada pula Erza, penyihir berambut scarlet yang jurusnya menggunakan armor sesuai musuh yang dilawan. Ada pula dua Dragon Slayer lain, yakni Wendy –Dragon Slayer angin- , perempuan polos dan suka tidak enakan pada
orang, dan Gajeel –Dragon Slayer besi-
pemakan besi, penuh tindik, rocker dengan
suara pas-pasan. Dan semua Dragon Slayer ini
ditemani oleh seekor kucing bersayap –disebut Exceed- yang menjadi sahabat perjalanan mereka kemana saja.
Seperti
anime yang diangkat dari komik-komik
buah karya Hiro Mashima, ceritanya berjalan apik, epik, dan menarik. Meskipun
konflik utama dalam anime ini adalah
megalahkan Zeref –penyihir hitam yang merupakan leluhur seluruh penyihir- dan menghancurkan
pengikut-pengikutnya, ada banyak konflik-konflik atau section-section lain yang saling terkait. Yang paling saya suka, anime ini penuh kejutan-kejutan tak
terduga. Ada banyak kisah cinta, ada banyak kisah ‘insaf’ dan ada banyak
lelucon khas Mashima yang berhasil membuat saya tertawa sambil guling-guling.
Saat
menonton anime ini, saya merasa pesan
yang menonjol adalah keluarga bisa saja berasal dari mana saja, bukan hanya
hubungan sedarah atau perkawinan, tapi relasi sosial –disebut sahabat- yang
mana kita merasa nyaman dan aman, itu juga keluarga –saya mengutip sedikit pendapat
Prof. Mattulada-. Dan sebagai keluarga, maka anggotanya harus selalu saling
melindungi satu sama lain. Amanat lain yang menonjol adalah jangan pernah
menyerah untuk terus memperjuangkan kebenaran. Well, sebuah
anime yang fantas(t)i(s)!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar