Konstelasi Imajinasi

Minggu, 18 Mei 2014

Suatu Sore di Pantai Losari



Kali ini saya akan menceritakan (melaporkan) salah satu kegiatan yang telah saya lakukan beberapa bulan lalu. Memang sih sedikit terlambat, tapi yah,diposting saja dari pada tidak terposting sama sekali. Hehehe...

Ada yang tidak biasa di anjungan pantai Losari pada hari Jumat tertanggal 28 Maret 2014. Sore itu, kami melakukan salah satu kegiatan yang mungkin tidak akan kami lupa seumur hidup. Kampanye anti Golput dan anti Money Politik. 

Kami memilih anjungan Pantai Losari sebab ruang publik tersebut adalah jantung kota Makassar yang menjadi tempat nongkrong, tempat  liburan –menghilangkan kepenatan- dan menjadi tempat tepat untuk menikmati suasana pantai dengan panorama senja yang memukau. 

Inti kampanye pada hari itu adalah flashmob, namun kami melakukan lebih dari itu. Bukan flashmob yang yang menjadi orientasi utama, namun bagaimana membuat orang-orang yakin bahwa Money Politik merupakan indikator kredibel atau tidaknya seorang caleg. Dan tentu saja, Money politik tidak akan menjadi solusi perbaikan bangsa kita ke depan, pun golput.

Kami semua tiba di anjungan pukul 15.30 Wita sore hari. Laut, awan mendung yang berpawai dari timur ke barat serta anjungan dengan arsitektur modern bercampur sentuhan lokal menyambut kedatangan kami dengan pakaian putih.

Jumlah keseluruhan orang yang mengikuti rangkaian acara flashmob ini ada sekitar 50 orang lebih. Ini menjadi menarik, sebab anggota yang turun untuk melakukan kampanye dan flashmob adalah 28 orang (12 laki-laki, 16 perempuan). Tambahan ‘personel’ itu berasal dari warga sipil yang antusias untuk ikut dalam rangkaian acara sore itu.

Bagitu kami tiba di anjungan, yang pertama kami lakukan adalah mencari tempat yang sesuai untuk mengambil gambar. Memang yang menjadi fotografer dan videografer adalah mahasiswa komunikasi Universitas Hasanuddin yang memang kompeten di bidangnya. Sambil mencari lokasi, kami bagi-bagi brosur, pamflet serta stiker kepada warga yang hadir. 

Dan bak film India, kami menyetel musik, bernyanyi sambil menari setelah menemukan tempat yang dirasa sesuai untuk menarik atensi. Yang perlu dicatat, kami tidak hanya melakukan flashmob sekali, tapi dua kali di tempat yang berbeda. Oh iya, salah satu Tv lokal (Ve-Channel) sempat meliputi rangkaian acara flashmob tersebut.

Setelah flashmob, kami foto bersama dan memamerkan spanduk. Dan satu hal lagi, sambil kembali bagi-bagi alat peraga anti golput dan anti money politik, salah seorang dari kami sempat melakukan orasi dengan megafon laiknya demonstran yang menuntuk perbaikan kinerja pemerintah. Bedanya, kami melakukan aksi damai, tidak anarkis. Bedanya pula, selain berorasi di satu tempat, kami juga mengelilingi anjungan sepanjang 2 Km.

Kalau ada celeg yang money politik, kita sudah bisa menilai, belum terpilih saja sudah main suap, apalagi kalau sudah terpilih. Dan, jangan salahkan siapa-siapa kalau nanti wakil kita KKN, kan yang pilih mereka itu Bapak Ibu sendiri.”.Tutur si Orator dengan berapi-api.

Salah satu alasan mengapa momen tersebut menjadi berharga, sebab bukan hanya hari H nya yang menjadi fokus kami, tapi hari-hari sebelum itu. Kami semua latihan berhari-hari dari siang hingga malam untuk sebuah totalitas. Dan semuanya terbayarkan begitu melihat antusias positif dari warga Makassar yang sempat hadir sore itu.

Demikianlah laporan hasil kegiatan –atau bisa kita sebut sepenggal kisah- dari anak-anak muda yang menuntut hal sedehana namun –sedikit- sukar, negara yang lebih baik ke depan.

***

1 April 2014

Jumat, 09 Mei 2014

Tentang Hari yang Kita Lalui

maghrib tersenyum melihat kita
pada lembah gelap berbenteng batuan purba
jiwamu, jiwaku, jiwa kita padu
pada adzan dan jangkrik yang bertalu-talu

malam menyelimuti
hitam seakan tak mau pergi
jiwamu, jiwaku, jiwa kita sementara suri
pada rumah panggung dan masjid

angin lembah berhembus di subuh yang dingin
pertanda mentari siap merangkak naik
jiwamu, jiwaku, jiwa kita bergerak pasti
mengolah tubuh dengan gerakan apik

siang terik di lembah sunyi
keringat mengalir dari dahi dan sela-sela jari
jiwamu, jiwaku, jiwa kita lunglai
namun tekad semakin kuat untuk berkarya dan berarti

malam kembali
suasana mencair di rumah kita yang kecil
jiwamu, jiwaku, jiwa kita meninggi
terbuai sungai bintang sepanjang bimasakti
 
esok, selepas semuanya pulang
yang nampak tertinggal hanya limestone dan karst
dan jika jiwamu, jiwaku, jiwa kita kembali kesana, 
carilah serpihan kenangan yang tersembunyi di sela-sela batuan



Mei, 2014
untuk teman-teman FLP di Leang-Leang, mari mencari kenangan!