Konstelasi Imajinasi

Kamis, 03 Oktober 2013

Mau Kemana Setelah Lulus Sarjana Antropologi?


Ada sebuah pertanyaan yang menjadi momok bagi mahasiswa Antro pada umumnya. Sebuah pertanyaan yang selalu dilayangkan oleh Dora dalam serial kartu Dora the Explorer. 

“Mau kemana kita?”

Atau sebuah kata yang selalu dilantunkan Ayu Ting Ting dalam lagu Alamat Palsu-nya,

“Kemanaa? Kemanaa? Kemaanaa? *cengkok

Ya, “Mau kemana setelah lulus sarjana Antropologi?”

Menganggur adalah jawaban yang paling menyakitkan.

Perlu diingat, bahwa Antropologi adalah ilmu yang begitu rakus karena merupakan sebuah ilmu yang interdisiplin. Antropologi merasuk ke sendi segala ilmu sosial, budaya, politik, ekonomi, agama dan bayangkan, Antropologi adalah satu-satunya ilmu sosial yang juga belajar ilmu eksak. Taruhlah Antropologi Biologi yang membahas bentuk fisik manusia, dan bagaimana bentuk fisik tersebut memengaruhi lingkungan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan bahkan agama manusia.

Dengan cakupan ilmu yang begitu luas –rakus- maka seharusnya –dan memang sudah seharusnya- permintaan pasar terhadap sarjana Antropologi juga besar. Namun toh, kenyataanya tidaklah demikian.

Sebenarnya, lulusan Antropologi bisa kerja dimana saja –terutama di Bank- dan beberapa tempat lain yang hanya membutuhkan skill tanpa persyaratan sarjana tertentu. Namun idealnya, sarjana Antropologi bisa menjadi:

1.     Akademisi, yaitu tenaga pengajar. Baik menjadi guru maupun dosen
2.     Peneliti, yaitu mereka yang melakukan penelitian baik untuk kemajuan ilmu Antroplogi maupun pembangunan suatu masyarakat
3.     Konsultan, yaitu mereka yang menjadi penasehat atau sederhananya ‘tempat curhat’ bagi para politisi, businessmen, hingga praktisi kesehatan
Selain lapangan kerja diatas, sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan seorang sarjana Antropologi untuk meraih kesuksesan hidup. Syaratnya, mereka harus memiliki tambahan skill yang akan menajdi wadah penerapan ilmu Antropologi mereka. Misalnya, seorang penulis fiksi –novel, cerpen, puisi, hingga naskah film- mampu memasukkan unsur-unsur Antropologi dalam karya mereka, bahkan bisa pula melakukan sebuah riset kecil-kecilan mengenai ide karya mereka yang bersumber dari hal-hal yang berbau Antropologi.

Tipe-Tipe Antropologi Praktik
Atau dengan kata lain, LAPANGAN PEKERJAAN bagi praktisi Antropologi menurut John Van William (1986)
Intervention Anthropology (intervensi Antropologi)
a.     Action Anthropology (Antropologi Aksi)
b.     Research and Development Anthropology (Penelitian dan Antropologi Pembangunan)
c.      Community Development (Pembangunan Komunitas)
d.     Advocacy Anthropology (Antropologi Advokasi)
e.     Cultural Brokerage (Perantara Budaya)
Policy Research (Penelitian Kebijakan)
a.     Social Impact Assessment (Penilaian Dampak Sosial)
b.     Evaluation Research (Penelitian Evaluasi)
c.      Technology Development Research (Penelitian Teknologi Pembangunan)
d.     Cultural Resource Assessment (Penilaian Sumber Daya Budaya)
e.     Social Resource Analysis (Analisis Sumber Daya Sosial)

Rabu, 02 Oktober 2013

Batara, di Rekah September

aku datang dari langit-langit kamarmu
yang jatuh berserakan di gelapnya Denpasar

bagaimana nasab dapat tumbuh dan rimbun
dari sapa tanpa koma?

seperti pesisir Benoa yang selalu menerima kapal menepi
dari Lamuri, Ujungpandang, dan Batanghari

sungguh senyummu mengalahkan rentangan kedua tangan
yang ikhlas menanti pelukan

sepertinya kita pernah bertemu,
kataku

ya, tapi waktu, angin, dan kejadian-kejadian menyembunyikannya dengan tekun,
jawabmu

ah,
kau terjaga. aku terjaga

bukan dari mimpi
perihal pertautan yang serta merta

melainkan dari subuh
yang kehilangan tanda di pulau ini

2013 (Puisi diatas merupakan hasil karya Bang Benny Arnas yang dibuat khusus untuk saya) thanks a lot of my Best Abang Ever! :D 

Selasa, 01 Oktober 2013

Kak


kak,
dimana kau simpan sang pena?
saat burung nazar mengejar umat
yang berlindung dibawah panji agama Allah,
Islam

kami berlarian!
terhambur, tumpah ruah di padang luas
gerombolan kucing besar menyergap
para ular mengintai dari bawah
licik!

kak,
masihkah kau menulis tentang Tuhan dan manusia?
saat mereka mulai menggerogoti tiap inci iman
yang berlindung hanya pada Sang Entitas Tak Berbatas,
Ilah

kami telah lelah!
berlari dan tak mampu melawan
semua lisan telah kelu dan enggan berucap
pun penamu telah hilang entah kemana
ya Allah!

namun kak,
belakangan tersiar kabar penamu tumbuh jadi pohon kehidupan
bersama pena pena kecil kami yang mendongak ke angkasa
saatnya meraut, berbalik, lalu teriak
lawan!

2013 (Untuk kakak, terima kasih sudah menjadi penyemangat kami yang masih muda)

Lahirnya Antropologi


AntropologI lahir dari catatan-catatan para petualang abad ke-15 dan 16 –terutama orang Eropa- yang melihat kebudayaan orang-orang Afrika, Asia, Oseania, dan Indian nampak aneh, unik, dan tidak terlihat layaknya manusia. Kehidupan mereka sama sekali berbeda dengan kehidupan orang Eropa sehingga muncullah istilah primitive dan savages. Kumpulan catatan-catatan inilah yang disebut sebagai Etnografi yang secara etimologi berarti:

Gambaran mengenai suku-bangsa” (Etnos berarti suku-bangsa, Graphien berarti gambaran)

Pada pertengahan abad ke 19 (1860-an), catatan-catatan tersebut mulai dipelajari dan digunakan untuk kepentingan yang lebih akademikal. Maka lahirlah ilmu Antropologi. Perlu diingat bahwa Antropologi tidak lahir dari filsafat ilmu,  namun dari Etnografi. Oleh karena itu, kajian Antropologi tidaklah positivistik layaknya ilmu-ilmu sosial lainnya.

Pada permulaan abad ke 20, Antropologi mulai digunakan untuk kepentingan penjajahan dan guna kepentingan pemerintahan kolonial. Dengan bagitu, Antropologi menjadi sebuah ilmu yang praktis (Applied)

Sesudah tahun 1930-an, Atropologi mulai berkembang di tiap universitas dengan tujuan yang berifat akademikal dan tujuan yang bersifat praktis pula, misalnya membalas budi terhadap masyarakat yang dulunya menjadi objek eksploitasi kaum penjajah.