Konstelasi Imajinasi

Rabu, 29 Mei 2013

Mahasiswa dan Clumsy Moment


“Eh?”
Setidaknya itulah ekspresi beberapa orang ketika mendapati dirinya terjebak dalam sebuah clumsy moment atau momen yang membuat seseorang menjadi kikuk, keki, atau istilah kerennya ‘salting’ alias ‘salah tingkah’.
Clumsy moment dapat menimpa siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Itulah yang selalu kualami bersama teman-teman dari jurusan Antropologi saat melakukan penelitian lapangan terhadap sebuah fenomena sosial. Jebakan clumsy moment  ada dimana-mana bro! sekali lagi, jebakan clumsy moment ada dimana-mana bro! Seperti yang dialami salah seorang senior saat melakukan penelitian di dusun Puntondo kabupaten Takalar.
Saat itu kak Aliyah sedang mengantri disebuah WC umum. Ia tidak sendiri karena disana ada seorang ibu yang sedang mencuci pakaian di sumur. Aliyah hendak memecah keheningan dengan bertanya.
Aliyah         : “Ibu sedang apa?”
Ibu              : “Mencuci lah!”
Aliyah         : Jlebbbb *bunyi sesuatu yang menusuk di dalam hati
Maksud hati mencairkan suasana, yang ada malah kikuk tanpa rencana. Sudah tahu ibu itu sedang mencuci ngapain ditanya lagi? Hal ini membuat kak Aliyah malu setengah mati sampai-sampai nggak mau lagi mencari informan.
Kalau itu yang dialami kak Aliyah, lain lagi yang dialami Ayat. Kami pernah melakukan penelitian di pulau Sabutung kabupaten Pangkep. Sore itu Ayat berjalan mencari mangsa (ups, maksud kami informan). Dia kemudian menemukan seorang ibu yang sedang mengangkat kayu bakar. Berniat basa-basi, Ayat pun memulai percakapan.
Ayat  : “Apa itu bu?”
Ibu    : “Kayu bakar nak”
Ayat  : “Oh… Kayu bakarnya mau diapain bu?”
Ibu    : “Mau dibakar nak!”
Ayat  : “Oh iya, makasih bu”
Dengan wajah malu, Ayat meninggalkan ibu itu terheran seorang diri. Ini informannya yang rese atau penelitinya yang tidak tahu konteks sih? Sudah tahu ibu itu membawa kayu bakar, kok ditanya lagi? Yang lebih parah , sudah tahu itu KAYU BAKAR ngapain ditanya mau diapain? Yaa dibakarlah! Emangnya mau dimasak terus dijadiin lauk gitu? Walhasil rencana mengorek informasi sore itu gagal total. Hal ini juga membuat Ayat taubat untuk mencari informan.
Clumsy moment seperti itu tidak hanya terjadi saat peneliti melakukan kontak dengan masyarakat. Bahkan sesama peneliti hal itu biasa terjadi. Masih di Sabutung, saat itu rambutku masih gondrong sebahu. Aku baru selesai mandi pagi dan berniat menyisir rambut namun aku tidak membawa sisir. Ya udah, aku pinjam aja sisirnya temanku.
Aku            : “Kendek pinjam sisir dong…”
Kendek       : “Buat apa?”
Aku            : “Buat garuk pantat!”
Kali ini temanku yang eror. Emangnya kegunaan sisir selain nyisir rambut apa lagi coba? Nyisir bulu ketek? Atau jangan-jangan nyisir bulu hidung? Hal ini membuat Kendek Taubat pinjamin sisirnya ke orang lain lagi. Ini yang salah siapa hah?
Masih dari Sabutung, aku teringat sebuah kejadian yang menurutku adalah sebuah kutukan. Bagaimana tidak, pagi itu sehabis insiden sisir tadi, aku bersama teman sejawatku Basri mengelilingi desa untuk mencari informan. Langkah kami berhenti disebuah makam yang dikeramatkan oleh penduduk pulau tersebut. Disana kami melihat seorang kakek tua yang sedang duduk. Sontak aku menyuruh Basri untuk mengorek informasi dari kakek itu. Tanpa pikir panjang Basri pun kesana dan memulai percakapan. Dari jarak beberapa meter aku dapat mendengar apa yang mereka berdua bicarakan, aku berusaha menahan tawa. Bagaimana tidak, Basri melontarkan pertanyaan dalam bahasa Makassar sedangkan kakek itu menjawab pertanyaan dengan bahasa Bugis. Sungguh sangat tidak konek saudara-saudara! Hingga sampai kesebuah titik dimana kakek itu berbahasa Indonesia.
Kakek         : “Begini saja nak, kau datang kerumah bawa uang Rp.     1.500.000 terus kau kawin sama cucuku”
Basri           : “Alamak, luar biasa…”
Mendengar hal itu Basri lari kepadaku, aku hanya tertawa geli. Hingga seorang bapak mendekati kami dan berkata
Bapak                  : “Maaf dek, kakek itu otaknya agak miring alias kurang     waras.”    
Hahahahahaha……!
Aku tertawa terbahak. Ternyata Basri mewawancarai seorang informan yang kurang waras. Pantasan nggak nyambung! Aku teringat kata salah seorang dosen bahwa di setiap angkatan, akan ada anak Antro yang akan terkena kutukan, yakni mewawancari orang gila. Ini membuat Basri merenung selama seminggu dan selalu meracau “Aku dikutuk, aku dikutuk!!”
Clumsy moment juga dialami oleh para dosen. Sewaktu penelitian di sebuah masyarakat pesisir, empat orang dosen sedang duduk bercengkerama sambil menikmati dinginnya udara pesisir di malam hari. Masing-masing dosen menceritakan kisah-kisah lucu mereka, hingga Pak Sekretaris Jurusan menceritakan sebuah kisah yang sangat lucu hingga membuat semua dosen dan mahasiswa yang mendengarnya tertawa terpingkal-pingkal. Namun Pak Jon (nama disamarkan) salah seorang dosen terdiam dan merasa cerita tersebut sangat didak lucu.
Siang harinya saat Pak Jon buang air kecil dalam WC, ia tertawa terbahak-bahak. Para dosen dan mahasiswa yang sedang makan siang terheran-heran dengan suara tawa yang membahana itu. Setelah kembali dari WC Pak Sekretaris Jurusan bertanya
PSJ             : “Apa yang lucu sehingga anda tertawa keras dalam WC?”
Pak Jon       : “Setelah kupikir, ternyata ceritamu semalam sangat lucu!  hahaha”
PSJ             : “Buset, impuls sarafmu lambat banget bro!”
“Hahahahahahaha……..!!” semua tertawa.
Pak Sekretaris Jurusan ternyata anak gehol getoh!! Terlebih Pak Jon yang impuls sarafnya super duper lalod. Clumsy moment MAX! Bayangkan betapa malunya Pak Jon ditertawankan seperti itu. ckckck
Itulah kisah-kisah clumsy moment yang terjadi saat kami turun lapangan.. setelah kejadian-kejadian tadi kini aku sadar bahwa clumsy moment sebenarnya lebih berbahaya dari galau. Galau hanya berdampak pada dua insane yang terlibat, sedangkan clumsy moment impact-nya bisa sampai ke masyarakat.  Penelitian lapangan memang seru dan mengasyikkan, tapi  waspadalah terhadap jebakan-jebakan clumsy moment, waspadalah!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar