Konstelasi Imajinasi

Kamis, 23 April 2015

Fairy Tale of Fairy Tail




Saya kembali membunuh waktu dengan anime. Beberapa hari belakangan, episode-episode Fairy Tail yang tak sempat saya nonton berbulan-bulan menjadi pekerjaan saya di sela-sela kesibukan menulis –skripsweet- dan menjaga Library and Laboratory of Anthropology. 

Fairy Tail yang mulai saya tonton sejak 2013 silam sukses membuat pikiran saya melayang ke jauh entah. Penuh imajinasi tentang dunia yang dikuasai para penyihir –seperti Harry Potter 9dan saya maniak Harry Potter)-. Masing-masing penyihir memiliki spesialisasi masing-masing, ada sihir api, sihir air, sihir es, sihir merubah wujud jadi monster, sihir menggunakan armor super kuat, sihir mantra, dan lain-lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya –saking kreatifnya-. Namun yang terkuat di antara mereka adalah orang-orang yang disebut Dragon Slayer (Pembunuh Naga). Diceritakan bahwa naga adalah makhluk terkuat di negeri itu, dan hanya Dragon Slayer-lah yang mampu membunuhnya.

Para penyihir mampu menyambung hidup dengan menerima permintaan misi yang imbalannya sesuai dengan tingkat kesulitan misi tersebut. Nah, misi-misi ini hanya bisa diambil –secara resmi- jika penyihir tersebut bergabung ke sebuah Guild (organisasi, sekretariat sekaligus ‘rumah’ bagi para penyihir) dan dipimpin oleh seorang Master. Ada ratusan guild yang tersebar di seantero negeri, tapi yang menjadi pusat –‘tokoh utama’- dari  anime ini adalah sebuah guild yang merupakan guild terhebat, terheboh dan paling rusuh, Fairy Tail.

Anime dengan soundtrack penuh ‘musik fantasi’ ini menceritakan kisah petualangan seru anggota Fairy Tail dalam menjalankan misi-misi dan mengalahkan musuh-musuh. Karakter yang ditampilkan sangat khas dan hidup. Sebut saja Natsu, seorang Dragon Slayer api yang hobinya makan api, membara, penuh elan, pantang menyerah, suka tantangan, rusuh, tapi mabuk kendaraan. Ada juga Lucy, seorang putri pengusaha terkaya tapi kabur dari rumah dan bergabung dengan Fairy Tail. Gray, seorang penyihir es yang dingin, penuh perhitungan tapi suka telanjang tanpa sadar. Ada pula Erza, penyihir berambut scarlet yang jurusnya menggunakan armor sesuai musuh yang dilawan. Ada pula dua Dragon Slayer lain, yakni Wendy –Dragon Slayer angin- , perempuan polos dan suka tidak enakan pada orang, dan Gajeel –Dragon Slayer besi- pemakan besi, penuh tindik, rocker dengan suara pas-pasan. Dan semua Dragon Slayer ini ditemani oleh seekor kucing bersayap –disebut Exceed- yang menjadi sahabat perjalanan mereka kemana saja.

Seperti anime yang diangkat dari komik-komik buah karya Hiro Mashima, ceritanya berjalan apik, epik, dan menarik. Meskipun konflik utama dalam anime ini adalah megalahkan Zeref –penyihir hitam yang merupakan leluhur seluruh penyihir- dan menghancurkan pengikut-pengikutnya, ada banyak konflik-konflik atau section-section lain yang saling terkait. Yang paling saya suka, anime ini penuh kejutan-kejutan tak terduga. Ada banyak kisah cinta, ada banyak kisah ‘insaf’ dan ada banyak lelucon khas Mashima yang berhasil membuat saya tertawa sambil guling-guling. 

Saat menonton anime ini, saya merasa pesan yang menonjol adalah keluarga bisa saja berasal dari mana saja, bukan hanya hubungan sedarah atau perkawinan, tapi relasi sosial –disebut sahabat- yang mana kita merasa nyaman dan aman, itu juga keluarga –saya mengutip sedikit pendapat Prof. Mattulada-. Dan sebagai keluarga, maka anggotanya harus selalu saling melindungi satu sama lain. Amanat lain yang menonjol adalah jangan pernah menyerah untuk terus memperjuangkan kebenaran.  Well, sebuah anime yang fantas(t)i(s)!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar