Konstelasi Imajinasi

Sabtu, 22 Agustus 2015

Sebelum Merah Putih Kawin dengan Langit

                                                         Sumber: dok. Ulfiani Rahmi

Dulu sebelum merah putih kawin dengan langit,
para leluhur terlampau percaya bahwa
nasi akan muncul sendiri memenuhi panci,
tak perlu dibeli dengan harga setinggi
tiang pinang yang dipanjat setengah mati.

Dulu saat merah putih dan langit masih baru sebagai
sepasang pengantin,  doa-doa dengan puluhan semoga
dilarung saban malam saban hari. Semoga percumbuan mereka
membawa bahagia bagi anak cucu pertiwi, semoga kita berdiri
di atas kaki sendiri, semoga kita terus hidup dari tanah dan air,
semoga ada tempat indah untuk meminang kekasih, semoga
tercipta surga tempat menimang bayi, dan semoga-semoga yang lain.

Tapi merah putih dan langit mungkin sudah tua saat ini,
para pendahulu telah pergi, kita sebagai penerus generasi  
tidak berbahagia dengan mata uang asing yang menginjak
mata uang negeri, kita punya kaki tapi lumpuh dan hampir
diamputasi, kita punya tanah dan air tapi harus mengemis
pada orang lain, kita kehilangan kekasih dan tidak punya bayi,
kita adalah anak cucu merah putih dan langit yang secara
tidak langsung berharap hubungan romantis mereka berakhir.

Orang lain akan mengganti puluhan ucapan selamat berbahagia atas
hidup baru dengan selamat menjadi anak cucu yang tidak tahu malu.
Ya, kita anak cucu yang lupa leluhur dan sudah tidak punya malu.

(Makassar, Agustus 2015)

*

Terbit di Fajar, edisi 16 Agustus 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar