Konstelasi Imajinasi

Jumat, 29 Agustus 2014

Musim Kematian

     
                                        sumber: www.wallmay.net 

Tibalah kita di musim kematian
setelah berlalu tiga musim yang berurutan:
perkawinan, kelahiran, dan tumbuh berkembang.

Jika kau dapati siang tetap berjelaga dengan pekat mewarnai angkasa,
dan daun-daun luruh meninggalkan ranting kerontang,
pun tanah retak merekah,
maka burung nasar mengembangkan sayap bertuliskan;
selamat datang di musim kematian.

Gagak bermata merah menatap nanar.
Kata bapak,
mereka mencari jiwa-jiwa yang siap dibawa terbang.
Aku hanya berdoa bukan aku yang dibawa terbang,
atau bapak, atau ibu, atau ketiga kakakku, atau adik kecilku.

Semua manusia pada waktu itu bergelut dengan takut.
Saling jaga, saling peluk
di dalam rumah-rumah mereka yang berselimut abu.

Bakda asar,
sembilan ekor gagak hitam menarik ibu,
kami menangis!
Tapi bapak menarik tubuh ibu lalu melepasnya dari cengkeraman kaki gagak.
  
Hingga bapak berusaha mengusir gagak-gagak itu dari rumah kami yang sederhana,
nahas, kepala, dada dan kaki bapak ditarik lalu dibawa terbang ke akhirat.
Kami hanya teriak melihat bapak dibawa pergi,
teriakan yang tak sampai pada telinga bapak.

Musim kematian masih berlanjut.
Tetanggaku mati, ibu temanku mati,
temanku mati!
Keluarga kami dirundung sepi,
tapi hati belum mati.

Sampai sembilan puluh hari berlalu,
musim kematian berakhir dengan gerimis yang jatuh di pagi hari
melahirkan musim baru yang mengulang takdirnya sendiri.

Suatu hari,
jika kau dapati siang kembali tetap berjelaga,
dengan pekat kembali mewarnai angkasa,
dan daun-daun kembali luruh meninggalkan ranting kerontang,
pun tanah kembali retak merekah,
berarti tibalah kita di musim kematian untuk yang kesekian kalinya.

(Makassar, Juni 2014)



*



Kisah Puisi


Pernah tidak suatu waktu entah dalam sehari, seminggu, atau sebulan, kalian kehilangan orang yang kalian kenal berturut-turut? Saya yakin pernah. Waktu itu Juni 2014, dalam sebulan (menjelang hingga awal Ramadan) , ada lebih dari 10 berita duka yang tersiar sampai ke telingaku. Yang meninggal pun adalah orang yang yah lumayan akrablah denganku. Terutama ayah dari teman kelasku di Respect, Fera dan tante salah seorang sahabatku sejak SMA (anak Tomodachi -> ini nama gank :D) Qalby. Saya turut berduka cita akan kehilangan tersebut, sobat! Semoga amal ibadah mereka di terima di sisinya yah. 
So, life goes on guys. 

Puisi ini akhirnya dierbitkan juga oleh harian Cakrawala, dan semoga bisa menghibur kalian dan mengingatkan kita selalu pada kematian. Ya, bukankah kematian mengajarkan kita bahwa kekekalan hanyalah mitos bagi manusia?

      sumber: harestya.wordpress.com

Untuk menggambarkan atmosfer penuh duka itu, saya menyebutnya Musim Kematian. Yakni secara harfiah berarti "Musim yang dipenuhi oleh orang meninggal". Horor yah? Memang begitulah. Melalui puisi ini saya membayangkan sebuah musim yang dipenuhi Grim Reaper (gagak hitam bermata merah) dan siap mencabut nyawa manusia. Oleh karena itu, jika suatu hari kalian betul-betul melihat dan merasakan sesuatu seperti yang saya gambarkan di atas, berarti selamat datang di musim kematian.



4 komentar:

  1. bata, rasanya kayak baca cerpen :')

    BalasHapus
  2. Haha iya kak, kalau menurut My Best Abang Ever, ini tipe "prosaik" :D haha sory kak kalau tidak seperti ekspektasinya yah haha. But, beberapa kalimat dari puisi ini terinspirasi dari puisi "Ujung Kembara" hehe :D

    BalasHapus